PRODUKSI METIL ESTER (BIODIESEL) DARI BIJI PEPAYA (CARICA PAPAYA) MELALUI METODE TRANSESTERIFIKASI IN SITU DENGAN VARIASI RASIO CO-SOLVENT THF (TETRAHIDROFURAN) DAN WAKTU REAKSI

Allhamdulillah Program Kreatifitas Mahasiswa - Penelitian yang saya ajukan ke DIKTI ternyata di terima dan dapat hibah sebesar 11 juta... Ini laporan singkatnya simak yaah,,!!



LATAR BELAKANG MASALAH
Kebutuhan solar Indonesia dari tahun ke tahun terus naik, pada tahun 1995 sebesar 15,84 miliar liter, tahun 2000 sebesar 21,39 miliar liter, tahun 2005 sebesar 27,05 miliar liter dan pada tahun 2010 diperkirakan akan meningkat menjadi 34,71 miliar liter (Reksowardoyo,2005). Pemerintah Indonesia mentargetkan pada tahun 2005 - 2010 memproduksi biodiesel 2% dari konsumsi solar sekitar 0,72 KL dan pada tahun 2016 - 2025 memproduksi 5% dari konsumsi solar yaitu sekitar 4,7 juta KL (PP No 5 tahun 2006).
Tanaman pepaya termasuk komoditas utama dari kelompok buah-buahan yang mendapat prioritas penelitian dan pengembangan di lingkungan Puslitbang holtikultura. Dalam berat kering biji pepaya mengandung minyak 25%. Jika dibandingkan dengan kedelai 19,63% dan biji bunga matahari 22,23%  maka kandungan minyak dalam biji pepaya relatif besar sehingga sangat prospek untuk dikembangkan menjadi bahan bakar alternatif (Rahayu, 2009). Sedangkan biji pepaya yang sering dijumpai dimasyarakat hanya sebagai limbah yang kurang bermanfaat. Sehingga perlu adanya penanganan, untuk memaksimalkan manfaat dari biji pepaya tersebut.
            Dalam pengolahannya, minyak nabati yang akan dijadikan biodiesel biasanya melalui proses konvensional. Proses konvensional untuk memproduksi biodiesel/FAME melibatkan ekstraksi minyak, pemurnian dan transesterifikasi. Yang pada akhirnya biaya yang digunakan untuk memproduksi FAME lebih dari 70% dari total biaya produk FAME. Jadi ekstraksi minyak dan pemurnian yang sederhana menjadi cara untuk mengurangi biaya produksi FAME (Zeng et al., 2009).
            Proses transesterifikasi in situ adalah metode dimana proses ekstraksi ditiadakan dalam hal ini alkohol berfungsi sebagai solvent pengekstrak sekaligus sebagai reaktan (Cavallaro, 2010). Sánchez et al., (2012) melakukan penelitian terhadap minyak biji bunga matahari menggunakan metode transesterifikasi in situ dengan menambahkan n-hexana didapatkan FAME 86%. Boocock et al., (1998), melakukan penelitian yang dengan bahan baku SBO (Soy Bean Oil) dan CPO (Coconut Palm Oil) dengan penambahan co-solvent didapat FAME 99% dalam waktu 2 menit saja. Zeng et al., (2009) melakukan penelitian tentang proses transesterifikasi in situ minyak biji bunga matahari dengan metanol dibantu oleh cosolvent diethoxymethane (DEM) didapatkan FAME 97,7% dalam waktu yang relatif singkat juga yaitu13 menit.
            Pelarut memiliki peran utama, jika ditambahkan tepat akan memperlaju ekstraksi minyak dan meningkatkan efisiensi. Tetrahidrofuran  THF dan DEM\ telah terbukti menjadi Co solvents baik untuk metanol dan minyak selanjutnya bisa  meningkatkan perpindahan massa minyak dan metanol dan mengintensifkan transesterifikasi minyak dan alkohol alifatik. Cosolvent memainkan peran kedua ekstraksi pelarut dan reaksi promotor dalam proses dan  memperlaju transesterifikasi in situ (Zeng et al., 2009). Dalam penelitian ini yang dimanfaatkan adalah limbah biji pepaya yang berasal dari daerah Malang. Penelitian ini diharapkan mampu mengoptimalkan pemanfaatan limbah biji pepaya sebagai bahan baku biodiesel melalui proses in situ dengan penambahan co-solvent THF, sehingga didapatkan proses yang efisien dan menghasilkan yield metil ester yang tinggi.
PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang ingin diteliti pada penelitian ini adalah:
1.    Bagaimana pengaruh jumlah co-solvent THF (Tetrahidrofuran) terhadap yield metal ester yang terbentuk dengan bahan baku biji pepaya (Carica papaya) melalui metode transesterifikasi in situ?
2.    Bagaimana pengaruh waktu reaksi terhadap yield metil ester yang terbentuk dengan bahan baku biji pepaya (Carica papaya) melalui metode transesterifikasi in situ?
TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan yield metil ester tertinggi, kondisi optimum yang diperlukan untuk menghasilkan metil ester tertinggi melalui variasi rasio co-solvent THF  terhadap minyak dan waktu reaksi.
LUARAN YANG DIHARAPKAN
Terciptanya alternatif optimalisasi pada proses transesterifikasi pembentukan biodiesel, dengan transterifikasi in situ menggunakan co-solvent THF diharapkan mampu memberikan solusi bagi dunia industri untuk lebih menghemat biaya dan mengefektifkan proses pembuatan biodiesel. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan dalam bentuk artikel ilmiah.
KEGUNAAN
     Penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia industri, untuk memberikan terobosan alternatif baru dalam memproduksi biodiesel. Memberikan cara yang lebih efektif (waktu lebih singkat)  untuk menghasilkan metil ester.
TINJAUAN PUSTAKA
Pepaya (Carica Papaya)
Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae yangberasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Mexsiko dan Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daerah tropis maupun sub tropis. di daerah daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja bermutu dan bergizi yang tinggi. Jenis pepaya yang banyak dikenal orang di Indonesia, yaitu:
1.        Pepaya semangka, memiliki daging buah berwarna merah semangka, rasanya   manis.
2.        Pepaya burung, warna daging buah kuning, harum baunya dan rasanya manis asam.
            Banyak tanaman di Indonesia yang mengandung minyak lemak sehingga bisa dijadikan bahan baku pembuatan biodiesel antara lain: biji jarak pagar (kandungan minyak 35-45%), berm jagung (kandungan minyak 33%), biji karet (40-50%), biji kopi arab (16-22%), dedak padi (20%), biji pepaya (20-25%), biji rambutan (37-43%) semua dalam persen berat kering (Theresa, 2011).



Gambar 1. Buah Pepaya
Biji pepaya mengandung beberapa karakteristik yaitu kandungan air (6,2%), minyak (28,2%), protein  (27,8%), abu (3,5%), kandungan serat (22,6%), karbohidrat( 11,7%). Sedangkan komposisi asam lemak yang terkandung dalam biji pepaya antara lain: miristat (0,2%), palmitat (13,9%), palmitoleat (0,2%), stearat (4,9%), oleat (76,8%), linoleat (3%), linolenat (0,2%), arakhidat (0,4%), eicosenoat (0,3%) (Musanif, 2006).
Buah pepaya di Indonesia sangat berlimpah. Dari data BPS, pada tahun 2011 diketahui, Jawa timur  memproduksi buah pepaya sebanyak 363.008 ton. Setiap tahunnya Indonesia mampu  menghasilkan 958.251ton biji pepaya. Cukup banyak untuk diolah menjadi biodiesel. Minyak biji pepaya tidak bisa dikonsumsi karena adanya benzyl isothiocyanate sehingga tidak ada dampak dalam persaingan harga. Sangat cocok untuk dikembangkan untuk industri biodiesel (Musanif, 2006). Pada penelitian yang akan dilakukan, digunakan biji dari buah pepaya semangka yang didapatkan dari penjual buah di Kota Malang Jawa Timur.
Biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan) di samping Bio-etanol. Biodiesel adalah senyawa alkil ester yang diproduksi melalui proses alkoholisis (transesterifikasi) antara trigliserida dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi alkil ester dan gliserol; atau esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi senyawa alkil ester dan air. (Musanif,2006)
Biodiesel dari minyak biji pepaya dihasilkan melalui proses transesterifikasi. Tujuan dari proses ini adalah menurunkan viskositas atau kekentalan minyak biji pepaya sehingga diperoleh viskositas yang sama dengan solar. Transesterifikasi mengubah trigliserida yang terdapat pada minyak biji pepaya menjadi biodiesel dan gliserol. (Georgogianni et al., 2008)
Transesterifikasi
Proses pembuatan biodiesel yang umum dilakukan adalah proses tranesterifikasi. Transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewani merupakan reaksi reversible, yang mempunyai mekanisme sebagai berikut [Gerpen et al, 2004]
1.                  Triglyceride (TG) +ROH ↔ Diglyceride (DG) + R’COOR
2.                  Diglyceride (DG) + ROH ↔ Monoglyceride (MG) + R”COOR
3.                  Monoglyceride (MG)  + ROH            ↔ Glycerol (GL) + R”’COOR
Reaksi keseluruhan adalah:





Gambar 2. Reaksi Transesterifikasi
Transesterifikasi In-situ                   
            Proses transesterifikasi yang selama ini dilakukan di industri-industri besar adalah transesterifikasi konvensional. Pada pembuatan biodiesel secara konvensional, transesterifikasi dilakukan setelah proses ekstraksi dan pemurnian minyak. Transesterifikasi konvensional memerlukan waktu yang lama dan proses yang panjang. Transesterifikasi in situ merupakan langkah sederhana dalam menghasilkan biodiesel yaitu dengan cara mengeliminasi proses ekstraksi dan pemurnian minyak sehingga dapat menghemat biaya produksi (Haas et al., 2004).        Trigliserida yang digunakan dalam proses transesterifikasi in situ adalah trigliserida yang berasal dari sumber bahan baku dan bukan dari minyak hasil ekstraksi dan pemurnian. Mekanisme proses transesterifikasi in situ adalah kontak langsung antara bahan baku sumber minyak dengan larutan alkohol dan katalis asam atau basa. Fungsi dari alcohol adalah untuk menghancurkan sel-sel yang mengandung minyak dan melarutkan minyak tersebut. Selain itu transesterifikasi in situ menggunakan alkohol yang dapat berperan ganda yaitu sebagai pelarut pada proses ekstraksi minyak dan sebagai reaktan pada proses transesterifikasi. (Georgogianni et al., 2008)
 
                         Gambar 3.  Proses Konvensional dan Transesterifikasi In situ
Sánchez et al., (2012) melakukan penelitian terhadap minyak biji bunga matahari menggunakan metode transesterifikasi in situ dengan menambahkan      n-heksana. Dengan cara mencampurkan 250 gram minyak biji bunga matahari dengan 300  ml n-heksana, dengan perbandingan molar rasio methanol:oil adalah 6:1, dengan berat katalis 1% dari berat minyak biji  bunga matahari selama 2 jam  didpatkan FAME sebesar 86%.
Boocock et al., (1998), melakukan penelitian dengan bahan baku SBO (Soy Bean Oil) dan CPO (Coconut Palm Oil) melalui variasi molar minyak:methanol tanpa penambahan co-solvent (minyak:methanol = 1:25, 1:27, 1:28, 1:35, 1:40), berat katalis NaOH 1/1,1/1,1,3/1,4 dan 2%-w dan untuk waktu reaksi 3,5,10,20,30,60,120 menit. Dan hasil penelitiannya didapat kadar metil ester hingga 99,4% pada rasio molar adalah minyak:methanol 1:27 dalam waktu 7 menit.  Kemudian dengan molar rasio minyak :methanol 1:6 dengan penambahan co-solvent  THF menggunakan 1% dan 1,3% berat NaOH didapatkan kadar yang terbentuk pada SBO adalah sebanyak 78% untuk NaOH 1%-w, 88% untuk NaOH 1,3 %-w, dan 99% untuk CPO dengan NaOH 1%-w semua dalam waktu 2 menit.
Rizal dan Rahmadhani (2012) melakukan penelitian dengan judul “ Studi Perubahan Variabel Waktu dan Volume Metanol terhadap Konversi Biodiesel dengan Bahan Baku Biji Pepaya Menggunakan Metode Transesterifikasi In situ” dengan variabel proses  rasio waktu dan volume methanol.  Rasio volume methanol yang dipakai (l : 200,1:300 ,1: 400 mL ) dan waktu transesterifikasi In Situ (30, 60, 90, 120, 150 menit). Reaksi dilakukan pada suhu 60°C pada 600 rpm,  menggunakan pelarut methanol dengan 2% NaOH dari jumlah minyak pada 20 gram bahan baku. Didapatkan konsentrasi FAME tertinggi pada proses transesterifikasi in situ biji pepaya terjadi di waktu 120 menit dan dengan 400 mL volume alkohol, yaitu mencapai 77,68%.
Handani dan Yamega (2012) melakukan penelitian dengan judul “ Peningkatan Metil Ester dari Minyak Jarak Pagar dengan Penambahan Co-Solvent THF” dengan variabel proses molar rasio THF:methanol (0:1, 1:1, 2:1) dan waktu reaksi (2, 4, 6, 8 menit). Reaksi dilakukan pada suhu 30 °C dan tekanan atmosferik dengan molar rasio minyak:methanol 1:6, jumlah katalis NaOH 1,3%-berat. Setelah pengambilan sampel, sampel dicuci. Dari percobaannya didapatkan  kadar metil ester tertinggi 94,79% dicapai pada perbandingan THF:methanol=2:1 v/v dengan waktu 10 menit, jauh lebih besar dibandingkan  dengan transesterifikasi konvensional hanya menghasilkan 84% metil ester dengan waktu yang sama yaitu 10 menit.
Zeng et al., (2009) melakukan penelitian tentang proses transesterifikasi in situ minyak biji bunga matahari dengan metanol dibantu oleh cosolvent diethoxymethane (DEM). DEM bertugas sebagai ekstraksi pelarut dan promotor reaksi dalam proses. Dari percobaan yang dilakukan dengan variasi variabel yang random, kemudian melalui perhitungan model empiris dari laju dalam  proses transesterifikasi in situ di dapatkan kondisi yang optimal, yaitu rasio molar katalis/minyak 0.5:1, rasio molar methanol/minyak 101.39:1, rasio molar DEM/minyak 57.85:1, kelajuan agitasi 150 rpm dan suhu reaksi 20°C. Produk yang dihasilkan mengandung 97.7% FAME dan 0.74% FFA diperoleh dalam 13min. Disebutkan juga bahwa Tetrahidrofuran (THF) dan DEM telah terbukti menjadi cosolvents baik untuk metanol dan minyak dan, selanjutnya, bisa meningkatkan perpindahan massa minyak dan metanol dan mengintensifkan transesterifikasi minyak dan alkohol.
THF (Tetrahydrofuran)
Tetrahydrofuran atau dikenal sebagai THF, adalah senyawa organik heterosiklik dengan rumus kimia (CH2)4O). THF berupa cairan berviskositas rendah dan memiliki aroma seperti dietil eter. THF termasuk dalam molekul eter yang paling polar. THF adalah pelarut aprotik dengan tetapan dielektrik 7,6 yang memiliki kepolaran yang sedang dan melarutkan berbagai macam senyawa nonpolar maupun polar. THF dapat disintesis dari hidrogenasi katalitik furan. Proses pembuatan THF dalam industri menggunakan dehidrasi 1,4-butanadiol dengan katalis asam.
METODE PELAKSANAAN
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 16 (enam belas) minggu dalam 4 (empat) tahap. Tahap penelitian yang dimaksud adalah: studi literatur, perancangan penelitian, persiapan penelitian, pelaksanan penelitian, pengumpulan data dan analisa data.
Variabel Penelitian
Variabel Tetap


-  Bahan Baku              :  Biji Pepaya
-  Ukuran                                  :  +20/-30 mesh
-  Berat biji pepaya       :  250 gram
-  %FFA                      :  0,62 %
-  Jenis alkohol             : Methanol p.a
-       Jumlah methanol  :  261,7598 mL
-       Jenis Katalis                     :  NaOH
-       Jumlah Katalis      :  1,276 gram
-       Temperatur                       : Suhu Kamar
-       Pengadukan                     : 150 rpm


Variabel Berubah
-  Jumlah Co-solvent THF        :  243,9486; 299,3068; 351,0481 mL
-  Waktu reaksi                         :  3, 8, 13, 18, 23 menit
Alat Dan Bahan
            Alat yang digunakan antara lain: batang pengaduk, beakerglass 50 mL dan 1000 mL, buret, cawan penguap, corong pemisah, Erlenmeyer, GC, gelas ukur 25, 50, dan 100 mL, kondensor, labu leher tiga, magnet stirer yang dilengkapi dengan pengatur suhu, oven, pendingin balik, pipet tetes, pipet volume, statif dan klem, termometer, wadah sampel, waterbath.
            Bahan yang digunakan antara lain: alkohol 96%, aquadest, biji pepaya, methanol 99,5%, tetrahydrofuran (THF), phenolptalein, NaOH, KOH.
Prosedur Penelitian
Persiapan Bahan Baku
-       Biji pepaya yang didapatkan dicuci dengan 3 kali pembilasan untuk memastikan biji pepaya telah bersih dari lapisan gelatinnya.
-       Biji pepaya dikeringkan dengan sinar matahari dan udara terbuka ± 3 hari.
-       Masukkan ke dalam oven untuk mengurangi sisa air yang tersisa pada suhu 100˚C selama ±2 jam.
-       Biji pepaya yang telah kering dianalisa kadar air dan %FFAnya kemudian disimpan pada tempat kering dan tertutup.
Proses Transesterifikasi In Situ
-       Timbang 250 gr biji pepaya kering lalu dihaluskan dengan ukuran +20/-30 mesh.
-       Larutkan methanol dan NaOH sesuai dengan jumlah yang ditetapkan kedalam labu leher tiga dan lakukan pengadukan perlahan.
-       Suhu dipertahankan pada suhu kamar (27 ˚C).
-       Masukkan bahan baku yang telah dihaluskan kedalam labu leher tiga yang berisi larutan metanol dan NaOH sesuai dengan variabel yang ditetapkan.
-       Tambahkan Co Solvent THF sesuai variabel kedalam labu leher tiga, atur kecepatan pengadukan 150 rpm.
-       Sampel diambil sesuai variabel waktu yang ditetapkan.
-       Filtrat yang diperoleh didiamkan selama 30 menit agar terbentuk endapan (lapisan gliserol berada di bagian bawah dan lapisan metil ester berada di bagian atas).
-       Pisahkan endapan dengan menggunakan corong pemisah, kemudian produk  dicuci dengan aquadest hingga pH netral.
-       Produk hasil akhir kemudian dianalisa menggunakan GC.
JADWAL KEGIATAN PROGRAM
Keterangan Kegiatan
Bulan I
Bulan II
Bulan III
Bulan IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
Persiapan bahan dan alat
















Proses pembuatan produk
















Analisa Produk
















Evaluasi
















Pelaporan
















Pembuatan laporan Kegiatan Bulanan
















Penyusunan laporan Kemajuan
















Presentasi laporan kemajuan
















Penyusunan laporan akhir
















Pengiriman laporan akhir ke DIKTI


















DAFTAR PUSTAKA
Angel S, Maceiras R, Angeles C, Mónica R. 2012. Influence of n-Hexane on in Situ Transesterification of Marine Macroalgae. Spain: University of Vigo.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia 2011
Boocock DGB, Konar SK, Mao V, Lee C, Buligan S . 1998. Fast Formation Of High-Purity Methyl Ester From Vegetable Oils. Canada: JAOCS, Vol. 75, no. 9 : 1167-1172
Carrapiso AI, García. 2000. Some New Extraction Methods And In Situ Transesterification. Development In Lipid Analysis.
Celina T, Joy VRM, Duya, Miller GVA, Razon F L. 2011. Evaluation of the Biodiesel Fuel Properties of Fatty Acid Methyl Esters from Carica papaya L. Philippines: The Philippine Agricultural Scientist, Vol. 94 No.1: 88-92
Georgogianni KG, Kontominas MG, Pomonis PJ, Avlonitis D, GergisV. 2008. “Conventional and In Situ Transesterification Of Sunflower Seed Oil For The Production of Biodiesel”. Fuel Processing Technology 89:503-509.
Gerpen JV, Shanks B, Pruzko R. 2002. Biodiesel Processing and Production.Moscow: University of Idaho.
Kildiran G, Yucel OS, Turkay S. 1996. In-situ Alcoholysis of Soybean Oil. Turkey: JAOCS, Vol. 73, no. 2: 225-229
Gusmarwani SR. 2009. “Pengaruh Perbandingan Berat Bahan dan Waktu Extraksi Terhadap Minyak Biji Pepaya Terambil”. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi. Jogjakarta: Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
Haas MJ, Scott KM, Marmer WN, Foglia TA. 2004. “In Situ Alkaline Transesterification: an Effective Method for The Production of Fatty Acid Esters from Vetablable Oils. American: Journal of American Oil Chemists’ Society 81: 83-89.
Handani WR, Yamega F. 2012. “ Peningkatan Kadar Metil Ester dari Minyak Jarak Pagar dengan Penambahan Co-Solveny”. Penelitian Teknik Kimia ITN Malang.
Bart JCJ, Palmeri N, Cavallaro S. 2010. Biodiesel science and technology From Oil to Soil. American: Woodhead Publishing Limited.
Zeng J, Wang X, Zhao B, Sun J, Wang Y. 2009. Rapid In Situ Transesterification of Sunflower Oil. Ind. Eng. Chem. Res., Vol 8,no 2:850-856. Beijing: UniVersity of Chinese Academy of Sciences.
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan Dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi., “Pepaya (Carica Papaya, L)”.Jakarta
Yucel SO, Turkay S. 2003. FA Monoalkylester from Rice Bran Oil by In Situ Transesterification”. JAOCS, Vol 80, no 1:225-228. Turkey: Istanbul Technical University.
Peraturan Presiden Republik Indonesia No 5 tahun 2006 tentang “ Kebijakan         Energi Nasional”
Puangsri T, Abdulkarim SM, Ghazali HM. 2005. “Properties Of Carica Papaya L (Papaya) Seed Oil Following Extractions Using Solvent And Aqueous Enzymatic Methodes”.Journal of Food Lipids, Vol 12:62-76, Malaysia: Faculty of Food Science and Biotechnology University Putra Malaysia.
Rizal T, Rahmadhani DC. 2012. “Pengaruh Konversi Biodiesel Terhadap Perubahan Variabel Waktu Dan Rasio Metanol Dengan Bahan Baku Biji Pepaya Menggunakan Metode Transesterifikasi In Situ”. Penelitian: Teknik Kimia ITN Malang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERHITUNGAN NILAI Rd (Fouling Factor) DAN ΔP (pressure Drop) DESIGN DARI HEAT EXCHANGER EA 201 PABRIK UREA DEPARTEMEN PRODUKSI I

MAGNESOL (Magnesium Silikat)